Sabtu, 19 Maret 2011

Hikayat

Bahwa sepanjang aliran sungai Barumun banyak meninggalkan bukti sejarah, mulai dari hulu ditemukam biara Sangkilon yang berada disekitar muara sungai Sagkilon dan sungai Barumun sampai ke biara di desa Tandihat dan Biara Bahal Batu, hingga saat ini masih ditemukan sisa situs peninggalan sejarah tersebut.
Sayangnya hampir tidak ada perhatian pemerintah terhadap peninggalan sejarah tersebut dan ditambah tidak adanya kesadaran masyarakat akan nilai peninggalan sejarah yang menghubungkan kita dengan masa lalu. Bahkan sebahagian areal peninggalan sejarah tersebut telah diratakan dan dijadikan kebun.

Keluhatan Hutanopan dahulu sebenarnya sebuah kerajaan kecil yang didirikan oleh marga Hasibuan yang berasal dari Toba Silindung, menurut cerita yang dituturkan oleh para orang tua bahwa marga Hasibuan yang berangkat dari Toba Silindung berjumlah tiga orang yang diikuti seorang bermarga Daulay. Ketiga orang tersebut Ompu Lambok Nabolon sering juga disebut dengan Ompu Sumindak yang bermarga Hasibuan Harayan, Ompu Soduguron yang bermarga Hasibuan Botung dan Ompu Taronggol yang bermarga Hasibuan Binanggor. Dari ketiga orang ini Ompu Lambok Nabolon lah yang menetap dan membukan huta di Hutanopan dan keturunannyalah yang menjadi raja-raja di Hutanopan, adapun yang bermarga Daulay diberikan tanah dan membukan huta dan dinakan huta Bonal tidak jauh dari Hutanopan dan marga Daulay yang berada di bonal inilah yang dinamakan Patuan Boru-boru dan anak boru pusako dari bagas godang Hutanopan kelak kemudian hari apabila ada boru bagas godang Hutanopan yang kawin kepada Daulay Bonal tidak akan dibebani Tuhor(mahar) hanya seberapa kesanggupannya saja sebagai balas jasa dan imbalan atas kesetiaan marga Daulay yang Mengikuti Hasibuan dari Toba sampai Ke Hutanopan.

Kamis, 26 Februari 2009

LUBUK KOMAN

Keberadaan Lubuk Koman sebenarnya tidak dapat dipisahkan dengan kedua batu besar yang mengapit Lubuk Koman, konon kabarnya kedua batu tersebut berasal dari dua batu yang diletakkan oleh seorang tua yang memasang tanggal ( Sejenis Bubu ) untuk menangkap ikan dialiran sungai. Lama kelamaan kedua batu tersebut membesar hingga sekarang sebesar bukit dikiri dan kanan sungai Barumun dan diantara kedua batu tersebut karena genangan air hingga menjadi lubuk dan dinamakan penduduk setempat dengan Lubuk Koman dengan kedalaman mencapai puluhan meter.

Lubuk Koman berada dikawasan ex Keluhatan Hutanopan, sekarang kecamatan Lubuk Barumun Kabupaten Padang Lawas, sejak dahulu tempat berkembangnya berbagai jenis ikan dan yang terkenal adalah Baung Lubuk Koman. Sekarang populasi ikannya sudah mulai berkurang akibat sering diracun dan dilistrik oleh orang orang yang tidak bertanggung jawab, tetapi kalu kita lagi mujur akan dapat melihat rombongan ikan mas yang sedang bermain main dan yang terbesar ada yang mencaiapi 1 meter menurut penduduk ikan tersebut adalah penunggu Lubuk Koman yang sedang memperlihatkan keberadaanny.

Minggu, 08 Februari 2009




Baung  Lubuk Koman

(Bahren)

 

Baung (marga Hemibagrus pada mulanya dianggap satu dengan marga Mystus), atau yang sebelumnya dikenal sebagai Macrones. Bertubuh agak mirip dengan lele, ikan-ikan baung memiliki kepala yang memipih agak mendatar, dengan bagian tulang tengkorak yang kasar di atas kepala tak tertutupi oleh kulit, dan sirip lemak yang berukuran sedang berada di belakang sirip punggung (dorsal).

Baung bertubuh licin tanpa sisik di tubuhnya; dan serupa dengan lundu dan patin, baung memiliki tiga duri yang berbisa (patil), yakni pada sepasang sirip dadanya, dan sebuah lagi berada di awal sirip punggungnya. adalah ikan air tawar yang dapat hidup dari perairan di muara sungai sampai ke bagian hulu.

 
Bahkan di Sungai Musi (Sumatera Selatan), baung ditemukan sampai ke muara sungai di daerah pasang surut yang berair sedikit payau. Selain itu, ikan ini juga banyak ditemui di tempat-tempat yang letaknya di daerah banjir. Secara umum, baung dinyatakan sebagai ikan yang hidup di perairan umum seperti sungai, rawa, situ, danau, dan waduk.

Baung bersifat noktural. Artinya, aktifitas kegiatan hidupnya (mencari makan, dll) lebih banyak dilakukan pada malam hari. Selain itu, baung juga memiliki sifat suka bersembunyi di dalam liang-liang di tepi sungai tempat habitat hidupnya. Di alam, baung termasuk ikan pemakan segala (omnivora). Namun ada juga yang menggolongkannya sebagai ikan carnivora, karena lebih dominan memakan hewan-hewan kecil seperti ikan-ikan kecil.

Lubuk Koman sebagai salah satu lubuk (tempat yang paling dalam pada sebuah sungai) di sepanjang sungai Barumun  memiliki selain keindahan yang mempesona karena bentangan batu sepanjang sungai yang mirip tembok raksasa,  didiami banyak burung seriti (laying-layang)  juga sangat menarik  untuk dijadikan kawasan wisata memancing.  Lubuk ini  menjadi tempat yang sangat nyaman untuk  ikan baung, karena memiliki banyak  liang-liang yang sangat besar  (mirip seperti gua dalam air) dan dalam. Konon dalamnya liang ini tembus sampai ke daerah  Marenu di Padanglawas Utara. Ikan baung Lubuk Koman dapat mencapai  10-15 kg.


Peri Ikan

(Bahren)



Dahulu ada orang yang bernama Mahomet, yang hidup sebagai nelayan dengan menangkap ikan dan menjualnya. Suatu hari dia menderita sakit keras dan tidak mempunyai harapan lagi untuk sembuh, hingga sebelum dia meninggal, dia berpesan kepada istrinya bahwa istrinya harus tidak pernah membuka rahasia kepada anak laki-laki satu-satunya yang saat itu masih sangat kecil bahwa selama ini mereka hidup dari hasil penjualan ikan.

Ketika nelayan itu meninggal dan waktu terus berlalu hingga anaknya beranjak dewasa dan mulai berpikir untuk mendapatkan pekerjaan. Dia telah mencoba banyak hal, tetapi dia tidak pernah berhasil. Setelah ibunya juga meninggal, anak itu akhirnya menjadi sendirian dan hidup dalam kemiskinan, tanpa makanan dan uang. Suatu hari dia masuk ke gudang rumahnya, berharap bahwa dia akan menemukan sesuatu untuk dijual.

Dalam pencariannya, dia menemukan jala ayahnya. Dengan melihat jala ini, dia akhirnya sadar bahwa semasa muda, ayahnya adalah seorang nelayan. Lalu dia mengambil jala itu keluar dan pergi ke laut untuk menangkap ikan. Karena kurang terlatih, dia hanya dapat menangkap dua buah ikan, dimana yang satu dijualnya untuk membeli roti dan kayu bakar. Ikan yang satunya lagi dimasak dengan kayu bakar yang dibelinya tadi, dan dimakannya, saat itu dia memutuskan untuk menjadi nelayan.

Suatu hari dia menangkap seekor ikan yang sangat cantik sehingga dia tidak rela untuk menjual atau memakannya sendiri. Dia lalu membawanya pulang ke rumah, menggali sebuah sumur kecil, dan menempatkan ikan tersebut disana. Kemudian dia lalu tidur karena kelelahan dan kelaparan dan berharap bahwa keesokan harinya dia dapat bangun lebih pagi dan menangkap ikan yang lebih banyak.

Keesokan hari, saat pergi menangkap ikan dan pulang di malam hari, dia mendapati rumahnya menjadi sangat bersih dan telah di sapu selama dia tidak berada di sana. Dia menyangka bahwa tetangganya datang dan membersihkan rumahnya, dan atas kebaikan tetangganya membersihkan rumahnya, dia berdoa agar tetangganya tersebut mendapat berkah dari Tuhan.

Keesokan harinya, dia bangun seperti biasa, dengan gembira dia menengok ikannya yang ada di sumur kecil dan pergi untuk bekerja lagi. Pada saat pulang di malam hari, dia kembali menemukan bahwa rumahnya menjadi bersih dan rapih. Kemudian dia menghibur dirinya sendiri dengan memandangi ikannya, lalu pergi ke kedai dimana disana dia berpikir, siapa kira-kira yang telah merapihkan rumahnya. Saat sedang berpikir, salah seorang temannya bertanya, apa yang dipikirkannya. Dan anak nelayan tersebut menceritakan semua kisahnya. Akhirnya temannya berkata bahwa dia harus mengunci rumahnya sebelum berangkat dan membawa kuncinya, hingga tidak ada orang yang bisa masuk ke dalam.

Anak nelayan dan Peri IkanAnak nelayan tersebut akhrnya pulang ke rumah, dan keesokan harinya, dia pura-pura akan keluar bekerja. Dia membuka pintu dan menutupnya kembali, kemudian dia bersembunyi di dalam rumah. Saat itu juga dia melihat ikannya meloncat keluar dari sumur dan menggoyangkan dirinya, berubah menjadi besar dan akhirnya kulit ikan menjadi terkelupas dan anak nelayan tersebut melihat seorang wanita yang sangat cantik jelita. Dengan cepat anak nelayan itu mengambil kulit ikan yang terkelupas tadi dan membuangnya ke dalam perapian.

"Kamu seharusnya tidak melakukan hal itu," kata wanita itu, "Tapi apa boleh buat, yang terjadi biarlah terjadi dan tidak usah dipermasalahkan lagi."

Setelah terbebas, wanita tersebut dilamar oleh si anak nelayan dan wanita tersebut menyetujui lamarannya, segala persediaan telah di buat untuk pernikahan mereka. Semua yang melihat wanita itu menjadi kagum dan terpana oleh kecantikannya dan mereka berbisik-bisik bahwa wanita tersebut lebih pantas menjadi pengantin seorang Padishah (Sultan). Kabar ini dengan cepat menyebar ke telinga Padishah, lalu Padishah memerintahkan agar wanita tersebut di bawa ke hadapannya. Saat Padishah melihat wanita yang sangat cantik jelita itu, dia langsung jatuh cinta, dan bertujuan untuk menikahinya.

Karena itu dia menemui anak nelayan tersebut dan berkata "Jika dalam empat-puluh hari kamu bisa membangunkan saya istana dari emas dan permata di tengah-tengah lautan, saya tidak akan mengambil wanita yang akan kamu nikahi itu, tetapi apabila kamu gaga, saya akan mengambilnya dan membawanya pergi." Lalu anak nelayan itu pulang ke rumah dengan hati sedih dan menangis. "Mengapa kamu menangis?" tanya wanita yang merupakan peri ikan itu. Anak nelayan tersebut lalu menceritakan apa yang diperintahkan oleh Padishah, tetapi wanita itu berkata dengan gembira: "Jangan menangis, kita bisa menyelesaikannya. Pergilah ke tempat dimana kamu pernah menangkap saya semasa menjadi ikan dan lemparkan sebuah batu ke tempat itu. Sesosok jin akan muncul dan mengucapkan kata 'apa perintahmu?' Katakan bahwa seorang wanita mengirimkan salam untuknya dan meminta sebuah bantal. Dia akan memberikannya dan lemparkan bantal tersebut ke laut dimana Padishah menginginkan istananya di bangun. Kemudian kembalilah ke rumah."

Anak nelayan tersebut mengikuti semua petunjuk, dan pada hari berikutnya, ketika dia melihat ke depan dimana bantal tersebut dilemparkan dilaut, dia melihat sebuah istana yang lebih indah dari apa yang Padishah gambarkan dan minta. Dengan gembira mereka cepat-cepat menyampaikan ke istana bahwa tempat tersebut telah di bangun.

Padishah menjadi terkejut, tetapi karena tujuan Padishah sendiri bukanlah istana itu melainkan untuk memisahkan anak nelayan dengan wanita yang diidam-idamkannya, Padishah atau Sultan tersebut memberi perintah pada anak nelayan itu untuk membuatkan jembatan dari Kristal menuju ke istananya. Selanjutnya anak nelayan itu pulang dan menangis sedih kembali. Saat wanita yang sebenarnya adalah Peri Ikan tersebut melihatnya bersedih dan mendengarkan keluhan dari anak nelayan tersebut, dia berkata: "Pergilah ke tempat sesosok jin seperti sebelumnya, dan mintalah padanya sebuah bantal guling, Ketika kamu sudah mendapatkannya, buanglah ke tempat dimana istana itu berada." Kemudian anak nelayan tersebut melakukan apa yang disuruhkan oleh calon istrinya dan begitu berbalik, dia melihat sebuah jembatan yang indah dari kristal. Dia kemudian menemui Padishah dan memberitahu bahwa tugasnya telah selesai.

Anak nelayan membalikkan penggilingan kopiPadishah merasa tidak puas kemudian memerintahkan anak nelayan itu menyiapkan perjamuan yang besar hingga seluruh penduduk dapat makan disana dan harus masih ada makanan yang tersisa. Seperti sebelumnya, anak nelayan itu pulang dan menceritakan hal itu kepada calon istrinya. Mendengar perintah dari Padishah kepada anak nelayan tersebut, dia berkata "Pergilah kembali ke tempat sesosok jin tadi, dan mintalah penggilingan kopi dari dia, tetapi hati-hatilah agar jangan sampai menumpahkannya dalam perjalanan." Anak nelayan itu kemudian berhasil mengambil penggilingan kopi dari jin tanpa mengalami kesulitan. Tetapi saat membawanya pulang, dengan ceroboh dia menumpahkannya, hingga tujuh dari delapan piring terjatuh keluar dari penggilingan kopi. Dia lalu memungutnya dan membawanya pulang.

Pada hari yang telah ditentukan, semua penduduk yang harus datang menurut undangan dari Padishah, menuju ke rumah anak nelayan tersebut dan mengambil bagian dalam perjamuan besar tersebut. Walaupun semua tamu dapat makan sekenyang-kenyangnya, masih juga banyak makanan yang tersisa. Anak nelayan tersebut berhasil memenuhi tugasnya kembali.

Karena keras kepala, Padishah memerintahkan kembali anak nelayan itu untuk menghasilkan seekor keledai dari sebuah telur. Anak nelayan tersebut memberi tahu wanita calon istrinya itu, apa saja yang diperintahkan oleh Padishah, dan wanita tersebut memberi tahu dia bahwa dia harus memberikan tiga telur ke sosok Jin di tengah laut kemudian membawanya pulang kembali tanpa memecahkannya. Anak Nelayan kemudian melakukan apa yang disuruhkan oleh wanita itu, tetapi di tengah jalan pulang, dia menjatuhkan satu biji telur dan memecahkannya. Dari telur tersebut, meloncatlah keluar seekor keledai besar, yang akhirnya lari dan menceburkan dirinya ke laut sampai tidak kelihatan lagi.

Anak nelayan tersebut tiba di rumah dengan aman dan membawa dua buah telur yang tersisa. "Mana yang ketiga?" tanya wanita itu kepadanya. "Pecah di perjalanan," katanya. "Kamu seharusnya lebih berhati-hati," kata wanita itu, "tapi apa yang telah terjadi, biarlah terjadi."

Anak nelayan dan keledaiKemudian anak nelayan membawa telur-telur itu ke Padishah, dan meminta agar dia diijinkan naik ke atas sebuah bangku untuk melemparkan telur tersebut di lantai. Padishah mengijinkannya dan anak nelayan tersebut lalu berdiri diatas bangku dan melemparkan telur ke lantai. Saat itu seekor keledai yang besar meloncat keluar dari telur yang pecah dan jatuh ke atas Padishah yang langsung mencoba menghindar untuk menyelamatkan diri. Anak nelayan itu kemudian menyelamatkan Padishah dari bahaya, dan keledai yang tadi lalu berlari keluar dan menceburkan dirinya ke dalam laut.

Dengan rasa putus asa, Padishah atau sultan tadi mencari-cari hal yang mustahil dan yang tidak mungkin dapat di kerjakan oleh anak nelayan. Dia lalu meminta agar anak nelayan tersebut membawakan dia anak bayi yang umurnya sehari tetapi sudah dapat berbicara dan berjalan.

Wanita calon istri anak nelayan kemudian menyuruh anak nelayan tersebut ke sesosok jin di tengah laut dan membawakan hadiah-hadiah dari wanita itu, dan memberitahunya bahwa dia berharap dapat melihat kemenakannya yang masih bayi. Anak nelayan itu kemudian pergi ke tengah laut dan memanggil sosok jin itu dan menyampaikan pesannya. Sosok Jin itu berkata, "Dia masih berumur beberapa jam, ibunya mungkin tidak mau memberikannya, tapi, tunggulah sebentar, saya akan mencoba menanyakannya."

Singkat kata, jin tersebut pergi dan segera muncul kembali dengan bayi yang baru lahir ditangannya. Ketika anak nelayan tersebut melihat anak bayi itu, anak bayi itu berlari ke pangkuannya dan berkata "Kita akan ke bibi saya ya?" Anak nelayan mengiyakan dan membawa anak bayi itu

Bayi dan Padishah

 ke rumah, dan ketika bayi tersebut melihat wanita itu, dia berteriak "Bibi!" dan memeluknya. Anak nelayan kemudian membawa bayi itu ke hadapan Padishah.

Saat bayi tersebut dibawa ke hadapan Padishah, bayi tersebut naik ke pangkuan Padishah dan memukul wajahnya, dan berkata: "Bagaimana mungkin orang dapat membangun istana dari emas dan permata dalam empat-puluh hari? membangun jembatan dari kristal juga dalam waktu yang sama? Bagaimana satu orang bisa memberi makan seluruh penduduk yang ada di kerajaan ini Bagaimana mungkin keledai dapat dimunculkan dari sebuah telur?" setiap kalimat yang meluncur dari mulut sang bayi diiringi dengan tamparan keras ke wajah Padishah, hingga akhirnya Padishah berkata kepada anak nelayan bahwa dia boleh menikahi wanita itu bila dia dapat menjauhkan Padishah dari bayi yang menampari wajahnya terus menerus. Anak nelayan tersebut pulang sambil menggendong bayi itu ke rumah, kemudian menikahi wanita itu dan mengadakan pesta selama empat puluh hari empat puluh malam.

Selasa, 23 Desember 2008

Hikayat

Konon kabarnya asal muasal Lubuk koman yang berada di bekas kedewanan negeri Hutanopan, sekarang kecamatan Lubuk Barumun Kabupaten Padang Lawas yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Selatan adalah suatu tempat di sungai Barumun yang mengalir dari Bukit Barisan sampai ke Labuhan Bilik, dimana Lubuk Koman tersebut merupakan suatu Lubuk yang tidak pernah hilang di telan zaman.

Sepanjang sejarah Lubuk Koman tersebut tetap berada di antara "Dua Batu Besar" yang di namakan oleh penduduk setempat Batu Jantan dan Batu Boru-Boru (Betina).
Menurut pengalamanku sewaktu kecil bahwa di Lubuk Koman tersebut dahulu di huni oleh seekor Buaya yang tidak pernah mengganggu manusia yang berusaha mencari makan di Lubuk Koman tersebut, tetapi kadang kala di akan muncul seandainya di minta oleh dari keturunan "Bagas Godang Hutanopan", tetapi sekarang sejak puluhan tahun yang lewat kehadiran tidak pernah lagi di lihat oleh penduduk setempat, Mungkin itu adalah tanda bahwa keberadaan keturunan "Bagas Godang Hutanopan" telah pudar di telan zaman.

Sebenarnya selain keberadaan Buaya Lubuk Koman masih ada Keanehan-keanehan lain yang sulit diterima akal sehat, salah satunya keberadaan "Tagor Lubuk Koman".
Tagor Lubuk Koman yang sampai sekarang masih akan bebrbunyi seperti Guruh apabila ada kejadian-kejadian yang akan menimpa "Keturunan Bagas Godang Hutanopan" seperti kemalangan atau meninggalnya salah satu dari mereka.